Beruntung Borneo dianugerahi seorang
tokoh penyebar Islam seperti beliau...
Bertuah Kalimantan diberi ulama
sekelas Datu Kalampaian...
Berbangga Masyarakat Banjar dihadiahkan
permata bernama Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari...
Sejak beratus
tahun yang lalu, di masa kejayaan perkembangan Islam di Nusantara, ratusan
kerajaan Islam berkembang dengan pesat di berbagai daerah, identitas sebagai
Muslim begitu membanggakan bagi masyarakat di masa itu. Para da’i dan pendakwah
Islam sangat mudah diterima di berbagai wilayah, akhlak yang luhur memberi
kesan yang baik bahkan sebelum mereka memasuki wilayah dakwah tujuan yang akan
mereka singgahi. Mereka dihormati di berbagai kerajaan, kedatangan mereka tidak
akan ditentang, sehingga walaupun dakwah mereka tidak disambut, mereka tetap
dihormati.
Perkembangan
pemeluk agama Islam yang terus berkembang pesat, memunculkan pula berbagai
kerajaan yang menjadikan agama Islam sebagai identitas resmi kerajaan, yang
dengan sendirinya masyarakatnya pun ikut menjadikan Islam sebagai pedoman dan
identitas sehari-hari, sebagaimana agama sebelumnya pun seperti itu juga.
Di berbagai
kerajaan di Nusantara, perkembangan Islam begitu diperhatikan, kajian-kajian
keislaman yang intensif mendorong munculnya tokoh-tokoh ilmuwan Islam
diberbagai kerajaan tersebut. Adalah Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari diantara
tokoh ilmuwan yang muncul berkat hangatnya semangat kajian keislaman di masa
tersebut. Bersama Syekh Abd. Shamad Al-Falimbani, Syekh Abd. Wahab Bugis, dan
Syekh Abd. Rahman Al-Mishri, Empat Serangkai ini kembali ke Nusantara setelah
mengembara di negeri Hijaz menimba ilmu selama lebih dari 30 tahun, dan kembali
ke daerahnya masing-masing mewakafkan dirinya berkhidmat kepada agama, bangsa
dan masyarakat. Dan dengan keluasan ilmu yang mereka kuasai mereka mampu membumikan
ajaran Islam di wilayah kerajaan masing-masing sehingga ajaran mereka tetap
mengakar, bahkan sampai beratus tahun sesudahnya.
Syekh Muhammad
Arsyad dilahirkan pada masa Kerajaan Banjar diperintah oleh Sultan Tahmidullah
bin Sultan Tahlilullah, tepatnya pada malam Kamis 15 Shafar 1227 H / 19 Maret
1710 M. Ayah beliau bernama Abdullah dan ibu beliau Aminah. Nama kecil beliau adalah
Muhammad Ja’far setelah dewasa berubah menjadi Muhammad Arsyad.
Ketika beliau
berumur 7 tahun atas kehendak Sultan karena melihat kecerdasannya, Muhammad Arsyad
kecil diboyong ke keraton untuk dididik secara lebih intensif lagi, dibawah
para guru-guru yang ada di istana. Hal ini berlangsung sampai beliau dewasa dan
menikah dengan istri pertama bernama Tuan Bajut.
Menikah
ternyata tidak menurunkan semangat beliau dalam menuntut ilmu, bahkan beliau
kemudian melanjutkan study beliau ke tempat kelahiran Islam yaitu Negeri Hijaz,
Makkah dan Madinah. Tidak untuk waktu sebentar, tetapi beliau baru kembali ke
tanah air tercinta setelah lebih dari 30 tahun kemudian, tepatnya pada bulan
Ramadhan 1186 H / Desember 1772 M.
Sekembalinya
dari pengembaraan menuntut ilmu yang panjang, tibalah masa beliau untuk
mengembangkan keilmuan yang beliau miliki, membumikan agama Islam di tanah air
sendiri. Atas hadiah kerajaan dibangunlah oleh beliau suatu daerah perkampungan
yang akan menjadi pusat dan markas dakwah beliau yang terkenal kemudian dengan
nama Dalam Pagar. Bertahun-tahun beliau berdakwah mengembangkan ilmu dan amal,
baik dakwah bil hal (akhlak), bil lisan (ucapan), maupun bil kitabah (karya
tulis), sehingga semakin memperkuat Islam di Tanah Banjar dan terus berlangsung
hingga beliau dipanggil Sang Pencipta pada malam Selasa antara Maghrib dan Isya
6 Syawwal 1227 H / 13 Oktober 1812 M. Beliau meninggalkan karya yang tidak
terhingga, berupa keturunan yang ‘Alim dan Solih serta karya tulis yang terus
dibaca hingga sekarang.
Karya tulis
beliau berupa Mushaf Al-Quran yang dilengkapi dengan catatan qiroat di
pinggirnya kabarnya adalah yang pertama di Nusantara dan merupakan sumbangan
yang sangat berharga bagi khazanah ummat Islam. Kitab Sabilal Muhtadin lit
Tafaqquh fid Dien, karya monumental (masterpiece) dalam ilmu Fiqih, kitab yang
sangat terkenal, khususnya di Asia Tenggara. Kitab ini masih menjadi salah satu
rujukan masyarakat Islam Melayu sampai sekarang. Yang terus dipelajari di
berbagai majlis-majelis keilmuan di berbagai wilayah.
Begitulah orang
besar, mereka akan selalu hidup, nama mereka selalu harum, karya mereka akan
selalu dibaca, jasa mereka akan selalu dikenang, qubur mereka akan selalu
diziahi dan mereka akan selalu di do’akan....
Robbi fan fa’naa
bibarkatihim..
Wah dina alhusnaa
bihurmaatihim..
Wa amitnaa fii
thoriqotihim..
Wa mu’aafaatim minal
fitanii....
Allohumma sholli wa sallim
wa baarik ‘alaihi wa ‘ala aalih...
#Cempaka, 02 Agustus 2014 M - 6 Syawwal 1435 H
Belum ada tanggapan untuk "SEKILAS SYEKH MUHAMMAD ARSYAD ALBANJARI"
Posting Komentar