Sebagai
tempat kelahiran agama Islam, tempat ini menjadi pusat keilmuan dan keagamaan
Islam dari masa ke masa, dan di sanalah tokoh besar penyebar Islam Nusantara
menuntut Ilmu pengetahuan, seperti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Banjar),
Syekh Abdussomad Al-Falimbani (Palembang), Syekh Abdurrahman Al-Mishri (Betawi),
Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani (Banten), Syekh Daud Al-Pathani (Pattani, Thailand)
dan ulama lain yang tersebar di seluruh Nusantara, diantaranya lagi Hadrotus Syekh
Hasyim Asy’ari (Pendiri NU), KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), Syekh
Zainuddin Pancor (Pendiri Nahdhatul Wathan), dan lain-lain.
Selain
menyebarkan Islam di Nusantara, banyak juga diantara ulama besar di Makkah
adalah keturunan Indonesia namun beliau tetap mengajar di sana, walaupun mereka
masyhur berasal dari Indonesia, seperti Syekh Ali Banjar, Syekh Mukhtar Attorid,
Syekh Ahyad Al-Bughuri, Al-Habib Hamid Al-Kaff dan lain-lain.
Diantara ulama Nusantara yang
kehebatannya diakui secara luas di dunia Islam ialah Syaikh Yasin
al-Faddani. Beliau merupakan tokoh Minang yang terkemuka di Tanah Suci
setelah Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau. Namanya terukir indah dalam
buku-buku biografi ulama modern. Beliau digelari sebagai muhaddits dan
ahli fiqh abad ini. Selain menulis, beliau juga mengajar dan mentadbir
beberapa sekolah di Makkah.
1. Kelahiran Syaikh Yasin Al-Faddani
Syaikh Muhammad Yasin al-Faddani dilahirkan di tengah keluarga ulama
yang taat di Misfalah Makkah pada hari Selasa, 27 Sya’ban 1335H/17 Juni
1917M. Beliau adalah putra dari pasangan Syaikh Muhammad Isa bin Udiq
al-Faddani dan Maimunah binti Abdullah al-Faddani.
Sejak kecil Syaikh Yasin sudah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa.
Bahkan menginjak usia remaja Syaikh Yasin mampu mengungguli
rekan-rekannya dalam hal penguasaan ilmu hadits, fiqih, bahkan para
gurunya pun sangat mengaguminya.
2. Pendidikan Syaikh Yasin Al-Faddani
Sejak kecil beliau belajar kepada ayah beliau, Syaikh Muhammad Isa dan
dilanjutkan kepada paman beliau, Syaikh Mahmud. Kepada keduanya, beliau
belajar dan menghafal beberapa matan kitab dalam bidang ilmu fiqh,
tauhid, faraidh dan musthalah hadits.
Tahun 1346 H/1928 M beliau melanjutkan pendidikan ke Madrasah
ash-Shaulatiyah al-Hindiyah. Beliau menimba ilmu di sani selama kurang
lebih 7 tahun. Guru-guru beliau selama di Madrasah ash-Shaulatiyah
adalah Syaikh Muhktar Utsman Makhdum, Syaikh Hasan al-Masysyath dan
al-Habib Muhsin bin Ali al-Musawa (seorang ulama Makkah yang lahir di
Palembang tahun 1323 H/1905 M).
Pada tahun 1353 H/1935, beliau pindah ke Madrasah Darul Ulum ad-Diniyah
yang didirikan oleh al-Habib Muhsin bin Ali al-Musawa bersama beberapa
pemuka masyarakat Nusantara yang berada di Makkah kala itu. Beliau
adalah angkatan pertama Darul Ulum yang kemudian menjadi pengurus Darul
Ulum.
Kepindahan beliau ke Darul Ulum tidak lepas dari sebuah peristiwa
menarik yaitu ketika salah seorang guru (direktur) di Madrasah
ash-Shaulatiyah telah melakukan tindakan yang sangat menyinggung pelajar
yang kebanyakan dari Asia Tenggara terutama dari Indonesia. Guru itu
merobek surat kabar Melayu yang dianggap melecehkan martabat Melayu,
sehingga memacu semangat beliau dan beberapa anak-anak Jawiy (sebutan
untuk pelajar Nusantara) untuk bangkit memberikan perlawanan dengan cara
pindah dan memajukan Madrasah Darul Ulum. Syaikh Yasin lah diantara
yang mengemukakan ide untuk mendirikan Madrasah Darul Ulum di Mekkah.
Hal ini terbukti dengan berpindahnya 120 orang pelajar dari
ash-Shaulatiyah ke Madrasah Darul Ulum yang baru didirikan. Ini hampir
tidak pernah dialami oleh madrasah-madrasah yang baru dibuka mendapat
murid yang begitu banyak sebagaimana Darul Ulum. Akhirnya gelombang
siswa yang masuk ke Darul Ulum meningkat pada tahun berikutnya.
Syaikh Yasin menjabat sebagai wakil direktur Madrasah Darul Ulum Mekkah.
Disamping itu Syaikh Yasin juga mengajar di berbagai tempat terutama di
Masjidil Haram. Materi-materi yang disampaikan oleh Syaikh Yasin
mendapat sambutan yang luar biasa terutama dari para pelajar asal Asia
Tenggara. Syaikh Yasin juga dikenal sebagai sosok ulama yang sering
meminta ijazah dari para ulama terkemuka sehingga beliau memiliki sanad
yang luar biasa banyaknya.
Selain belajar di Darul Ulum, beliau juga aktif mengikuti
pengajian-pengajian di Masjidil Haram. Rasa haus beliau akan ilmu
membuat beliau mendatangi kediaman para syaikh terkemuka untuk belajar
di tempat-tempat mereka seperti di Thaif, Makkah, Madinah, Riyadh,
maupun kota-kota lainnya. Bahkan beliau sempat ke luar Arab Saudi
seperti Yaman, Mesir, Syiria, Kuwait dan negeri-negeri lainnya.
Sejak awal masa belajarnya, beliau telah dikenal sebagai seorang pelajar
yang memiliki kecerdasan yang luar biasa, sehingga mampu mengungguli
teman-temannya. Tidak mengherankan kemudian banyak teman-teman beliau
yang akhirnya malah belajar kepada beliau. Kecerdasan dan juga akhlak
beliau yang luhur yang membuat gurunya kagum terhadap beliau.
3. Guru-guru Syaikh Yasin Al-Faddani
Ketekunan dan kesungguhannya dalam belajar membuat beliau semakin
bersinar dengan berbagai ilmu yang telah dikuasainya. Sejak muda beliau
sangat gemar kepada ilmu hadits. Hal ini menjadikan para gurunya amat
sayang dan simpati kepada Syaikh Yasin. Dintara guru beliau selama di
Makkah adalah:
- Asy-Syaikh Umar bin Hamdan bin Umar bin Hamdan al-Mahrisi at-Tunisi
al-Madani al-Mahrasi (beliau selalu mengikuti dan membaca kitab
kepadanya)
- Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi al-Makki
- Al-Habib Abu Bakar bin Ahmad bin Husein bin Muhammad al-Habsyi al-Makki
- Asy-Syaikh Muhammad bin Ali bin Husain al-Maliki
- Asy-Syaikh Umar Bajunaid mufti Madzhab Syafi’i ketika itu (kepadanya beliau mempelajari fiqh Syafi’i)
- Asy-Syaikh Said bin Muhammad al-Yamani
- Syaikh Hasan al-Yamani
- As-Sayyid Muhsin bin Ali al-Musawa bin Abdurrahman (kepadanya ia belajar ilmu ushul)
- Asy-Syaikh Abdullah Muhammad Ghazi al-Makki (kepadanya ia belajar ilmu sejarah)
- Asy-Syaikh Ibrahim bin Daud bin Abdul Qadir al-Fathany al-Makki (kepadanya ia belajar ilmu bahasa)
- Al-Muhaddits as-Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki (untuk ilmu-ilmu lainnya)
- As-Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi al-Hasani
- Al-‘Allamah Khalifah bin Hamd an-Nabhani al-Makki
- Asy-Syaikh Hasan bin Muhammad bin Abbas bin Ali al-Masysyath al-Maliki
- Asy-Syaikh Ahmad bin Abdullah bin Muhammad al-Makhallalati
- Asy-Syaikh Muhammad al-‘Arabi at-Tabbani
- Asy-Syaikh Muhammad Nur Saif Hilal al-Makki
- Al-Habib Hasan bin Ahmad Assegaf
- Al-Habib Hasan bin Muhammad bin Abdullah Fad’aq al-‘Alawi al-Huseini
- Asy-Syaikh Hibatullah bin Syarafuddin bin Muhammad bin Ibrahim al-Alawi al-Makki
- Asy-Syaikh Umar bin Husein ad-Daghistani al-Makki.
Beliau juga berguru kepada para ulama besar di luar Makkah. Diantara guru-guru beliau dari luar Makkah adalah:
1. Asy-Syaikh Ahmad bin bin Muhammad bin Abdul Aziz Rafi’ at-Tahthawi al-Mishri
2. Asy-Syaikh Muhammad Ibrahim as-Samaluti
3. Asy-Syaikh Muhammad Bakhit al-Muti’i
4. Asy-Syaikh Muhammad Hasanain Makhluf
5. Asy-Syaikh Muhammad al-Hafidz at-Tijani
6. Asy-Syaikh Muhammad al-Khidhr Husain
7. Asy-Syaikh Mahmud bin Muhammad ad-Dumi
8. Asy-Syaikh Muhammad Anwar Shah al-Kasymiri
9. Asy-Syaikh Asyraf Ali at-Tahanawi
10. Asy-Syaikh Mufti Syafi’ ad-Dibandi
11. Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari
12. Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari
13. Asy-Syaikh Abdul Hayy al-Kattani
14. Asy-Syaikh Ibrahim Afandi al-Jabali al-Azhari
15. Asy-Syaikh Ibrahim bin Hamud bin Ibrahim asy-Syafi’i az-Zabidi
16. Asy-Syaikh Ibrahim bin Abdullah Yar Syah Muhammad bin Fadhlullah ad-Dihlawi
17. Asy-Syaikh Ahmad bin Abdullah bin Shadaqah Dahlan
18. Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Ahmadi az-Zawahiri
19. Asy-Syaikh Syarif bin Muhammad Syarif bin Muhammad bin Ali as-Sanusi
20. Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Mansur al-Fulfulani al-Malizi
21. Asy-Syaikh Ahmad al-Marzuqi bin Ahmad al-Mirshad al-Jawi
22. Asy-Syaikh Arsyad bin As’ad al-Banteni al-Indonesi
23. Asy-Syaikh Amatallah binti Abdul Ghani ad-Dihlawi
24. Asy-Syaikh Baqir bin Muhammad Nur bin Fadhil al-Jogjawi
25. Asy-Syaikh Jam’an bin Ma’mun at-Tangerangi
26. Asy-Syaikh Hamid bin Adin bin Ruslan ad-DamsyiqiAsy-Syaikh Hamid bin Hasan bin Abdul Ma’bud al-Haifawi ad-Damsyiqi
27. Asy-Syaikh Hamid bin Syakir al-Halabi
28. Asy-Syaikh Habiburrahman al-A’dzami al-Hindi
29. Asy-Syaikh Hasan bin Muhammad Marzuq Habannakah al-Maidani ad-Damsyiqi
30. Asy-Syaikh Zakaria bin Abdullah bin Hasan bin Zainal Bilah
31. Asy-Syaikh Zaki bin Ahmad bin Ismail al-Barzanji
32. Asy-Syaikh Zamzam bin Muhammad Amin al-Himshi
33. Asy-Syaikh Shabir bin Musa al-Jawi
34. Asy-Syaikh Shaleh bin Ahmad bin Abdullah al-Madani al-Maliki
35. Asy-Syaikh Shaleh bin Alawi bin Aqil
36. Asy-Syaikh Thohir bin ‘Asyur at-Tunisi
37. Asy-Syaikh Thanthawi bin Jauhari bin al-Mishri
38. Al-Habib Thaha bin Ali bin Abdullah al-Haddad
39. Asy-Syaikh Dzafar Ahmad bin Lathif Ahmad al-Hindi al-Utsmani at-Tahanawi ad-Diyubandi
40. Asy-Syaikh Abbas bin Muhammad Amin bin Ahmad Ridhwan al-Madani
41. Al-Habib Abdullah bin Umar bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri
42. Asy-Syaikh Abdullah bin Falih bin Muhammad bin Falih adz-Dzahiri
43. Al-Habib Abdullah bin Muhammad bin Hamid Assegaf
44. Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad Ghazi al-Hindi al-Makki
45. Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad Niyazi al-Bukhari
46. Asy-Syaikh Abdul Hafidz bin Muhammad ath-Thohir al-Fahri al-Fasi
47. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad Salim al-Bisyri al-Mishri
48. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali bin Abdul Ghani Uyun as-Sud al-Himshi
49. Asy-Syaikh Abdul Qadir bin Taufiq asy-Syalabi
50. Asy-Syaikh Abdul Qadir bin Shabir al-Mandaili al-Indonesi
51. Asy-Syaikh Abdul Karim bin Ahmad bin Abdul Lathif bin Ali al-Khathib al-Faddani
52. Asy-Syaikh Abdul Wasi’ bin Yahya bin Abdul Wasi’ ash-Shan’ani
53. Asy-Syaikh KH. Abdul Wahab bin Hasbullah as-Surbawi
54. Al-Habib Alawi bin Abdullah bin Ali Syihabuddin at-Tarimi
55. Al-Habib Alawi bin Abdullah bin Idrus bin Syihab at-Tarimi
56. Asy-Syaikh Ali bin Abdullah bin Mahmud bin Muhammad Arsyad al-Banjari
57. Asy-Syaikh Ali bin Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus as-Samarani
58. Al-Habib Ali bin Abdurrahman bin Ismail bin Abi Bakar al-Ahdal
59. Asy-Syaikh Ali bin Falih bin Muhammad bin Falih bin Muhammad adz-Dzahiri al-Mihnawi al-Madani
60. Asy-Syaikh Muhammad bin Ahyad bin Muhammad Idris al-Bogori
61. Asy-Syaikh Muhammad Imam bin Ibrahim as-Saqa al-Mishri
62. Asy-Syaikh Muhammad Anwar Syah al-Kasymiri
63. Asy-Syaikh Muhammad al-Baqir bin Muhammad Abdul Kabir bin Muhammad al-Kattani
64. Asy-Syaikh Muhammad Bakhit bin Husein al-Muthi’i al-Mishri
65. Asy-Syaikh Muhammad al-Hafidz bin Abdul Lathif bin Salim at-Tijani al-Mihsri
66. Asy-Syaikh Muhammad Habibullah bin Abdullah asy-Syinqithi
67. Asy-Syaikh Muhammad bin Hasanain bin Muhammad Makhluf al-Adawi al-Mishri
68. Asy-Syaikh Muhammad Zahid al-Kautsari
69. Asy-Syaikh Muhammad Salim bin Muhammad Sa’id bin Muhammad Rahmatullah al-Hindi
70. Asy-Syaikh Muhammad Syafi’ ad-Diyubandi al-Hindi
71. Asy-Syaikh Muhammad Shaleh bin Abdullah Farfur ad-Damsyiqi
72. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Ibrahim al-‘Aquri al-Mishri
73. Asy-Syaikh Muhammad Abdul Hayy bin Abdul Kabir bin Muhammad al-Kattani
74. Asy-Syaikh Muhammad Isa bin Udeq al-Faddani
75. Asy-Syaikh Muhammad bin Muhammad Makhluf at-Tunisi
76. Asy-Syaikh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid al-Bogori
77. Asy-Syaikh Muhammad Makki bin Muhammad Ja’far bin Idris al-Kattani
78. Al-Habib Muhammad bin Abdul Hadi bin Hasan Assegaf
79. Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy`ari al-Jumbani
80. Asy-Syaikh Muhammad al-Hasyimi bin Abdurrahman at-Tilmisani
81. Al-Habib Muhammad bin Yahya Dum al-Ahdal al-Yamani
82. Asy-Syaikh Najib bin Muhammad bin Yusuf Sirajuddin al-Halabi
83. Asy-Syaikh Nasrullah bin Ahmad Afandi asy-Syathi asy-Syami
84. Asy-Syaikh Hadi bin Ahmad al-Aiba’ al-Yamani
85. Asy-Syaikh Washil bin Atha’illah bin Sa’dullah al-Kasymiri
86. Asy-Syaikh Yusuf bin Ahmad bin Nashr bin Suwailam ad-Dijwi
87. Asy-Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Hasan an-Nabhani
88. Dan lain-lain.
4. Pengabdian Syaikh Yasin Al-Faddani dan Gelar Al-Musnid Ad-Dunya
Tinggalnya beliau di Tanah Suci Makkah memudahkan beliau bertemu dengan
banyak ulama Islam, baik dari Tanah Suci sendiri maupun dari berbagai
pelosok dunia yang datang ke Tanah Suci, seperti Syria, Libanon,
Palestina, Yaman, Mesir, Maghribi, Iraq, Pakistan, Rusia, India,
Indonesia dan Malaysia, sehingga terkumpullah di sisi beliau berbagai
macam sanad periwayatan ilmu dan hadits. Sehingga sepanjang perlajanan
studinya, beliau berguru lebih dari 700 orang guru yang beliau catat
dalam berbagai karya literaturnya yang berkaitan dengan ilmu sanad. Ini
merupakan satu jumlah yang memang sukar ditandingi apalagi untuk zaman
ini.
Setelah tiga tahun belajar di Darul Ulum, pada permulaan tahun 1356
H/1938 M beliau mulai mengajar di almamaternya itu. Pertengahan tahun
1359 H/1941 M karir beliau menanjak sebagai direktur madarasah tersebut.
Selain di Madrasah Darul Ulum, beliau juga mengajar di Masjidil haram
tepatnya di antara Bab Ibrahim dan Bab al-Wada’, begitu pula di rumahnya
dan di kantor sekolahnya.
Rekomendasi untuk mengajar di Masjidil Haram beliau peroleh secara resmi
tanggal 10 Jumadil Akhir 1369 H/29 Maret 1950 M dari Dewan Ulama
Masjidil Haram. Halaqah beliau mendapat sambuan hangat terutama dari
kalangan masyarakat Asia Tenggara dan Indonesia. Disamping itu setiap
bulan Ramadhan beliau mengkhatamkan dan mengijazahakan salah satu kitab
dari Kutub as-Sittah. Hal ini berlangsung selama 15 tahun.
Setiap ada kesempatan beliau juga mengadakan perjalanan ilmiyah bersama
para santri dan ulama untuk mempraktekkan ilmu yang telah beliau ajarkan
anatara lain ilmu falak. Perjalanan beliau juga dipergunakan untuk
memburu sanad, silsilah periwayatan hadits dan ijazah ilmu atau kitab.
Sehingga beliau digelari al-Musnid ad-Dunya (pemilik sanad terbanyak di
dunia). Gelar itu diberikan kepada beliau karena beliau dipandang
sebagai orang yang paling banyak memiliki sanad bukan hanya di Makkah
dan Timur Tengah tapi juga di dunia.
Gelar al-Musnid ad-Dunya didapat Syaikh Yasin lantaran bukan hanya
karena banyaknya guru yang mencapai 700 orang, tetapi lebih dilihat pada
kepakaran beliau dalam bidang yang beliau geluti.
Merujuk pada Syaikh Mahmud Sa’id Mamduh, salah seorang murid beliau,
Syaikh Yasin kerap kali menerima permintaan fatwa. Artinya beliau bukan
hanya pakar dalam ilmu sanad tapi juga ahli ilmu syariat lainnya. Bahkan
permintaan fatwa bukan hanya datang dari sekitar Makkah, tetapi juga
dari luar Arab seperti Indonesia.
Menurut kisah yang diceritakan oleh Abu Mudi Syaikh Hasanul Bashri HG,
seorang ulama Aceh, pimpinan LPI Ma’had al-‘Ulum ad-Diniyah al-Islamiyah
Masjid Raya, Samalanga, Aceh yang lebih dikenal dengan nama MUDI Mesra,
pada saat terjadi perdebatan antara Syaikh Abdul Aziz Samalanga dengan
Syaikh Jalal bin Syaikh Hanafiah, Abu Mudi kecil pada waktu itu sering
kali diminta oleh Syaikh Jalal bin Hanafiah untuk membawa surat beliau
kepada Syaikh Yasin ke kantor pos.
Hampir seluruh waktunya beliau pergunakan untuk mengejar ilmu dan
mengajarkan ilmu. Dalam musim haji maupun di luar musim haji rumah
beliau senantiasa ramai dikunjungi para ulama dan pelajar baik dari
Makkah maupun dari luar Makkah bahkan dari luar negeri. Semuanya ingin
menimba ilmu dan meminta ijazah hadits dari beliau. Mereka semua
memandang Syaikh Yasin sebagai guru meskipun hanya mengambil ijazah
kepada beliau.
Syaikh Yasin memiliki perhatian yang sangat besar terhadap ilmu hadits
dengan berbagai cabang dalam ilmu yang sudah terbilang langka saat ini.
Dalam hal sanad, dengan kegigihan beliau mengumpulkan sanad dari ratusan
para ulama sehingga beliau dijuluki sebagai al-Musnid ad-Dunya.
Selain itu beliau juga mengarang berbagai kitab dalam ilmu sanad. Ada
sekitar 70 buah karya dalam berbagai ukuran yang telah disusunnya
terkait ilmu sanad. Karya-karya beliau ini membuktikan kemahiran dan
kebijaksanaan beliau dalam bidang ilmu sanad. Disamping memperlihatkan
kekreatifan beliau dalam sudut berbagai seni sanad.
Selain itu beliau juga gigih dalam menghimpun sanad para ulama-ulama
sebelum beliau. Ini merupakan lazimnya dalam ilmu sanad, dimana
kadang-kadang sanad seorang ulama dibukukan oleh muridnya atau
orang-orang sesudahnya. Inilah diantara upaya yang dilakukan oleh Syaikh
Yasin Al-Fadani terhadap beberapa tokoh ulama yang memiliki sanad,
seperti al-Kuzbari, Ibn Hajar al-Haitami, Abdul Baqi al-Ba’li, Khalifah
an-Nabhan, Sayyid Muhsin al-Musawi, Muhammad Ali al-Maliki, Umar Hamdan
dan Ahmad al-Mukhallalati.
Dalam hal pengijazahan sanad Syaikh Yasin memiliki kekreatifan
tersendiri, baik ijazah khash, ijazah ‘am dan ijazah muthlaq. Berkenaan
dengan ijazah khash, beliau memberi perhatian istimewa kepada beberapa
tokoh ulama dan orang-orang tertentu yang dirasakan kewibawaan mereka
oleh beliau dengan menyusun kitab-kitab ijazah sanad yang khusus buat
mereka.
Diantara ulama-ulama yang mendapatkan ijazah khash dari Syaikh Yasin ialah:
1. Prof. Dr. as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki
2. Asy-Syaikh Aiman Suwaid
3. Asy-Syaikh Dr. Yahya Ghautsani
4. Asy-Syaikh Abdullah al-Jarafi
5. Asy-Syaikh Muhammad Riyadh al-Malih
6. Al-‘Allamah Muhammad Zabarah
7. Al-Habib Abubakar Athas al-Habsyi,
8. Asy-Syaikh Ismail Zain al-Yamani
9. Al-Qadhi Muhammad al-‘Umari
10. Asy-Syaikh Muhammad Taqiy al-Utsmani
11. Al-Mufti al-Habib Ibrahim bin Aqil bin Yahya
12. Asy-Syaikh Dr. Mahmud Sa’id Mamduh
13. Asy-Syaikh Zakaria Bila
14. As-Sayyid Muhammad al-Hasyimi
15. Dan lain-lain.
Beliau telah menyusun kitab-kitab ijazah sanad yang khusus untuk mereka
dan setiap satu dengan yang lainnya memiliki ciri yang tidak ada pada
lainnya. Sebagai contoh, ijazah beliau kepada Syaikh Muhammad Riyadh
al-Malih yang berjudul ar-Raudh al-Fa’ih. Beliau telah menghimpunkan di
dalam kitab tersebut secara khusus semua guru-gurunya yang berasal dari
negri Syam (Syiria, Libanon, Palestina dan Jordan) yang berjumlah hingga
101 orang serta semua sanad-sanad mereka, tidak termasuk yang lain.
Adapun dengan ijazah ‘am, Syaikh Yasin al-Faddani boleh dikatakan
sebagai seorang ahli hadits yang pemurah. Berulang kali beliau menyebut
dalam beberapa kitab sanadnya pernyataan tentang pengijazahan sanad
kepada semua orang yang hidup di zamannya, dengan objektif untuk memberi
manfaat kepada para penuntut ilmu dan menyebarluaskan sanad-sanad
periwayatan. Sebagai contoh, di akhir kitab Waraqat fi Majmu’at
al-Musalsalat wa al-Awa’il wa al-Asanid al-‘Aliyyah beliau menuliskan:
هذا وقد اجزنا بما فى هذه الورقات كل من اراد رواية ذلك عنا ممن ادرك حياتنا وكذا غيره مما تجوز لنا روايته وتثبت عنا معرفته ودريته
Dan di akhir kitab al-‘Ujalah fi al-Ahadits al-Musalsalah beliau menuliskan:
وقد اجزنا بها جميع اهل عصري ووقتى ممن اراد الرواية عني
Di akhir kitab an-Nafhat al-Miskiyyah fi al-Asanid al-Muttashilah lebih luas lagi beliau menyebutkan dengan ungkapan:
وقد أجزت بالأوائل السنبلية خاصة، وبهذه النفحة المسكية بأسانيدنا المتصلة بها، وكذا بجميع مؤلفاتي ومروياتي، كلّ مَن أراد
جميع ذلك ممن أدرك حياتي، أو وُلد في السنين المتممة لعقد وفاتي.اهـ
Walaupun pengijazahan ‘am seperti ini masih dipersilisihkan di antara
ulama, namun Syaikh Yasin lebih memilih pandangan yang mengharuskannya.
Di sisi lain mayoritas ulama berpendapat bahwa ijazah demikian adalah
jenis ijazah yang paling lemah.
Perhatian Syaikh Yasin terhadap kitab-kitab yang menghimpunkan
sanad-sanad periwayatan seseorang ulama ahli hadis amat besar. Beliau
sering menyebutnya dengan berbagai istilah, seperti thabat, fahrasah
atau fihris, mu’jam, barnamij dan masyyakhah.
Menurut Syaikh Abdul Hayy bin Abdul Kabir al-Kattani: “Orang terdahulu
memberikan istilah masyyakhah bagi kitab yang menghimpunkan nama-nama
guru dan riwayat-riwayat seseorang ahli hadits, kemudian mereka
menamakannya pula setelah itu sebagai mu’jam karena nama-nama guru
disusun sesuai dengan urutan abjad huruf hijaiyyah. Penduduk Andalusia
juga menggunakan istilah barnamij. Pada abad-abad belakangan, ahli
hadits di daerah Timur hingga sekarang menyebutnya sebagai thabat,
sedangkan ahli hadits di daerah Barat menyebutnya sebagai fahrasah.”
Syaikh Yasin al-Faddani mempunyai banyak riwayat bagi kitab-kitab yang
berkaitan dengan kesanadan. Selain itu Syaikh Yasin juga memiliki
perhatian besar dalam cabang ilmu hadits yang lain seperti periwayatan
hadits musalsal, riwayat ‘ali, tash-hih dan tadh’if, ilmu rijal dan
ruwah.
5. Karya-karya Syaikh Yasin Al-Faddani
Syaikh Yasin dikenal sebagai ulama yang produktif dalam menulis, karya
beliau mencapai ratusan, sehingga al-Habib Saqqaf bin Muhammad Assegaf
seorang ulama Hadhramaut memujinya dengan sebutan “Imam Suyuthi pada
zamannya” lantaran karyanya yang demikian banyak.
Ulama kelahiran abad 20 ini menghasilkan karya-karya yang tak kurang
dari 100 judul, yang semuanya tersebar dan menjadi rujukan
lembaga-lembaga Islam, pondok pesantren, baik itu di Mekkah maupun di
Asia Tenggara. Sejumlah murid dan peneliti kini mulai berusaha
menginventasrisir, mengkodifikasi dan menerbitkan karya-karya tersebut.
Kabarnya hingga saat ini baru sebanyak 97 kitab (diantaranya 9 kitab
tentang ilmu hadits, 25 kitab tentang ilmu dan ushul fiqih, 36 kitab
tentang ilmu falak, dan sisanya tentang ilmu-ilmu yang lain).
Bahkan kitab beliau al-Fawaid al-Janiyyah dijadikan materi silabus mata
kuliah ushul fiqh di Fakultas Syari’ah Universitas al-Azhar Mesir.
Sebagaimana diakui oleh kalangan para ulama yang mengetahui kadar
keilmuan beliau, faktor susunan bahasa yang tinggi dan sistematis serta
isinya yang padat menjadikan karya Syaikh Yasin dijadikan oleh para
ulama dan pelajar sebagai rujukan.
Meskipun Syaikh Yasin al-Faddani mampu bertutur dalam bahasa Melayu,
namun beliau menulis seluruh karyanya dalam bahasa Arab. Karya beliau
yang terdiri dari kitab fiqh, hadits, balaghah, tarikh, falak, sanad
serta dalam cabang ilmu yang lain antara lain:
- Fath al-‘Allam fi Syarh Bulugh al-Maram
- Ad-Durr al-Madhud fi Syarh Sunan Abu Dawud 20 jilid
- Nail al-Ma’mul Hasyiyah ‘ala Ghayat al-Wushul ‘ala Lubb al-Ushul
- Al-Fawaid al-Janiyyah ‘ala Qawa’id al-Fiqhiyyah (terbit tahun 1417 H/1996 M)
- Syarh Jauhar Tsamin fi Arba’in Haditsan min Ahadits Sayyid al-Mursalin li al-‘Ajluni
- Syarh al-Musalsal bi al-‘Itrat ath-Thahirah
- Bulghat al-Musytaq fi ‘Ilm Isytiqaq
- Tashnif as-Sama’ fi Mukhtashar ‘Ilm al-Wadha’
- Hasyiyah ‘ala Risalah Hajar Zadah fi ‘Ilm Wadha’
- Idhah an-Nur al-Lami’ Syarh al-Kaukab as-Sathi’
- Hasyiyah ‘ala al-Asybah wa an-Nadzair fi Furu’ Fiqh asy-Syafi’i li as-Suyuthi
- Bughyat Musytaq Syarh al-Luma’ Abi Ishaq
- Ta’liqat ‘ala Luma’ Abi Ishaq asy-Syirazi fi ‘Ilm Ushul
- Hasyiyah ‘ala at-Talaththuf fi Ushul Fiqh
- Hasyiyah ‘ala al-Qawa’id al-Kubra li al-‘Izz bin Abdissalam
- Tatmim ad-Dukhul Ta’liqat ‘ala Madkhal al-Wushul ila ‘Ilm al-Ushul
- Ta’liqat ‘ala Syarh Mandzumah az-Zamzami fi Ushul at-Tafsir
- Taqrir al-Maslak li Man Arada ‘Ilm Falak
- Al-Khamaliyah Syarh Mutawasith ‘ala Tsamarat al-Wasilah
- Ar-Riyadh Nadzrah Syarh Nadzm al-‘Alaliy al-Muntatsirah fi al-Maqulat al-‘Asyrah
- Syarh ‘ala Risalah al-Adhud fi al-Wadha’
- Tatsnif as-Sami’ Mukhtashar fi ‘Ilm al-Wadh’i
- Syarh ‘ala Mandzumah Zubad li Ibni Ruslan fi al-Fiqh Syafi’i
- Kaukab al-Anwar fi Asma’ an-Nujum as-Samawiyah
- Al-Mukhtashar al-Muhadzdzab fi Istikhraj al-Auqat wa al-Qiblat bi ar-Rubu’ al-Mujayyab
- Manhal al-Ifadah Hawasyi ‘ala Risalah Adab al-Bahts wa al-Munadzarah li Thasy Kubra Zadah
- Ad-Durar an-Nadhid Hasyiyah ‘ala Kitab at-Tamhid li al-Asnawi fi Ushul Fiqh asy-Syafi’i
- Janiyy ats-Tsamar Syarh Mandzumah Manazil Qamar
- Thabaqat asy-Syafi’iyyah al-Kubra
- Thabaqat asy-Syafi’iyyah ash-Shughra
- Thabaqat ‘Ulama al-Ushul wa al-Qawa’id al-Fiqhiyyah
- Thabaqat ‘Ulama al-Falak wa al-Miqat
- Thabaqat Masyahir an-Nuhah wa Tasalsul Akhdzihim
- Al-Mawahib al-Jazilah Syarh Tsamrah al-Wasilah fi al-Fala
- Al-Fawaid al-Jamilah Syarh Kabir ‘ala Tsamarah al-Wasilah
- Husn ash-Shiqayah Syarh Kitab Durus al-Balaghah
- Risalah fi ‘Ilm al-Manthiq
- Ittihaf al-Khallan Taudhih Tuhfat al-Bayan fi ‘Ilm al-Bayan
- Ar-Risalah al-Bayaniyyah ‘ala Thariqat as-Sual wa al-Jawab
- Tanwir al-Bashirah bi Thuruq al-Isnad asy-Syahirah (terbit tahun 1403 H/1983 M)
- Al-Qaul al-Jamil bi Ijazah as-Sayyid Ibrahim bin Aqil
- Al-Isyadat fi Asanid Kutub an-Nahwiyyah wa ash-Sharfiyyah
- Al-‘Ujalah fi al-Hadits al-Mutsaltsal
- Asma al-Ghayah fi Asanid asy-Syaikh Ibrahim al-Hazazmi fi al-Qiraah
- Al-Asanid al-Kutub al-Haditsiyyah as-Sab’ah
- Al-‘Iqd al-Fard min Jawahir al-Asanid
- Ithaf al-Bararah bi Ahadits al-Kutub al-Haditsiyyah al-‘Asyrah (terbit tahun 1403 H/1983 M)
- Ithaf al-Mustafid bi an-Nur al-Asanid
- Qurrat al-‘Ain fi Asanid A’lam al-Haramain
- Ithaf Uli al-Himam al-‘Aliyyah bi al-Kalam ‘ala al-Hadits al-Musalsal al-Awwaliyyah
- Al-Waraqat fi Majmu’ah al-Musalsalat wa al-Awail wa Asanid al-‘Aliyyah (terbit tahun 1406H/1986M)
- Ad-Durr al-Farid min Durar al-Asanid
- Al-Muqtathaf min Ithaf al-Kabir bi Makkiy
- Ikhthiyar wa Ikhtishar Riyadh Ahli Jannah min Atsar Ahli as-Sunnah li ‘Abdul Baqi’ al-Ba’li al-Hanbali
- Al-Arba’un Haditsan min Arba’in Kitan ‘an Arba’in ‘an Arba’in Syaikhan (terbit tahun 1429 H/2008 M)
- Al-Arba’un al-Buldaniyyah Arba’un Haditsan ‘an Arba’in ‘an Arba’in (terbit tahun 1407 H/1987 M)
- Al-Arba’un Haditsan Mutsaltsal bi an-Nuhad ila al-Jalal as-Suyuthi
- As-Salasil al-Mukhtarah bi Ijazah al-Muarrikh as-Sayyid Muhammad bin Muhammad Ziyarah
- Fath ar-Rabb al-Majid fi Ma li Asyyakhi min Faraid al-Ijazah wa al-Asanid
- Ailsilah al-Wushlah Majmu’ah Mukhatarah min al-Hadits al-Mustalsal
- Faidh ar-Rahmani bi Ijazat Samahah al-‘Allamah al-Kabir Muhammad Taqi al-‘Utsmani (terbit tahun 1406 H/1986 M)
- Nihayat al-Mathlab fi ‘Ulum al-Isnad wa al-Adab
- Ad-Durar an-Nadzir wa ar-Raudh an-Nadzir fi Majmu’ al-Ijazah bi Tsabat al-Amir
- Al-‘Ujalah al-Makkiyyah
- Al-Waraqat ‘ala al-Jawahir ats-Tsamin fi al-Arba’in Haditsan min al-Hadits Sayyid al-Mursalin ; dan
- Ta’liqat ‘ala Kifayat al-Mustafiq li asy-Syaikh Mahfudz at-Turmusi
- Tahqiq al-Jami’ al-Hawi fi Marmiyat asy-Syarqawi
- Ittihaf ath-Thalib as-Sirri bi al-Asanid ila al-Wajih al-Kuzbari
- Al-Asanid al-Faqih Ahmad bin Hajar al-Haitami al-Makki (terbit tahun 1429H/2008M)
- Faidh ar-Rahman fi Tarjamah wa Asanid asy-Syaikh Khalifah bin Hamd an-Nabhan
- Al-Waslu ar-Rati fi Asanid Syihab Ahmad al-Mukhallati
- Faidh al-Muhaimin fi Tarjamah wa Asanid as-Sayyid Muhsin
- Madmah al-Wujdan fi Asanid asy-Syaikh Umar Hamdan
- Faidh al-Ilah al-‘Ali fi Asanid ‘Abdil Baqi al-Ba’li al-Hanbali
- Al-Maslak al-Jaliy fi Tarjamah wa Asanid asy-Syaikh Muhammad ‘Aliy (terbit tahun 1408 H/1988 M)
- Ithaf al-Ikhwan bi Ikhtishar Majma’ al-Wujdan (terbit tahun 1406H/1986M)
- Ittihaf al-Ikhwan bi Ikhtishar Madmah al-Wujdan fi Asanid asy-Syaikh Umar Hamdan
- Ittihaf as-Samir bi Auham Ma fi Tsabat al-Amir
- Ijazah as-Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliki
- Ijazah asy-Syaikh Aiman Suwaid
- Al-Irsyad as-Sawiyyah fi Asanid al-Kutub an-Nahwiyyah wa ash-Sharfiyyah
- Bughyat al-Muris fi ‘Ilm al-Asanid
- Ta’liqat ‘ala al-Awail as-Sunbuliyyah
- Al-Awail as-Sunbuliyah wa Dhailuha (terbit tahun 1427 H/2006 M)
- Ta’liqat ‘ala al-Awail al-‘Ajluniyyah
- Ta’liqat ‘ala Tsabat asy-Syanwani
- Ta’liqat ‘ala Tsabat asy-Syibrazi
- Ta’liqat ‘ala Tsabat al-Kazbari al-Hafidz
- Tsabat al-Kazbari (terbit tahun 1403 H/1983 M)
- Ta’liqat ‘ala Husn al-Wafa li Ikhwan ash-Shafa
- Ad-Durr an-Natsir fi Ittishal bi Tsabat al-Amir
- Ar-Raudh al-Fa-ih wa Bughyat al-‘Adi wa ar-Raih bi Ijazah al-Ustadz Muhammad Riyadh al-Malih
- Ar-Raudh al-Fa-ih wa Bughyat al-Ghadi wa ar-Raih (terbit tahun 1426H/2005M)
- Al-‘Ujlah fi Ahadits al-Musalsalah (terbit tahun 1405 H/1985 M)
- Al-‘Iqd al-Farid min Jawahir al-Asanid
- Uqud al-Lujain fi Ijazah Syaikh Ismail Zain
- Faidh al-Bari bi Ijazah al-Wajih as-Sayyid ‘Abdurrahman al-Anbari
- Faidh al-Mabdi bi Ijazah asy-Syaikh Muhammad ‘Audh az-Zabidi (terbit tahun 1429 H/2008 M)
- Al-Kawakib ad-Darari fi Ijazah Mahmud bin Sa’id al-Qahiri
- Al-Kawakib as-Siyarah fi Asanid al-Mukhtarah
- Masyjarah bi Asanid al-Fiqh asy-Syafi’i
- Al-Muqtathif min Ittihaf al-Akabir bi Asanid al-Mufti Abdul Qadir
- Al-Mawahib al-Jazilah wa al-‘Uqud al-Jamilah fi Ijazah al-‘Allamah
al-Bahhatsah al-Musyarik asy-Syaikh Abi Yahya Zakaria bin Abdullah Bila
- An-Nafhat al-Maskiyyah fi Asanid al-Makkiyyah (terbit tahun 1409H/1989M)
- An-Nafhat al-Hasaniyyah (terbit tahun 1396 H/1976 M)
- Nahj as-Salamah fi Ijazah ash-Shafi Ahmad Salamah
- Al-Wafi bi Dzail Tadzkar al-Masafi bi Ijazah Syaikh Abdullah al-Jarafi (terbit tahun 1429 H/2008 M)
- Al-Washl ar-Ratibi fi Tarjamah wa Asanid Syihab Ahmad al-Mukhallati
- Al-Washl as-Sami bi Ijazah Sayyid Muhammad al-Hasyimi
- Dan masih banyak yang lainnya.
Semua kitab beliau dari no. 40 merupakan kitab dalam bidang ilmu sanad.
Namun sayang, agak sukar menjumpai karya-karya tersebut di tanah air.
Karya beliau lebih banyak dicetak di Beirut dan Syiria. Selebihnya masih
tersimpan dalam bentuk makhtutat di pustaka pribadi almarhum. Bahkan,
karyanya yang fundamental dalam bidang hadits, Fath al-‘Allam dan
ad-Durr al-Mandhud masih dalam bentuk manuskrip (penelitian tahun 2010).
Terkait karya ulama yang juga ahli fikih ini, ada beberapa perkara yang
menarik. Pertama, Syeikh Fadani ternyata pernah menulis empat kitab
arba’in (hadits 40) sekaligus. Kitab hadits 40 yang telah mencuri
perhatian kaum muslimin selama berabad-abad ialah al-Arba’in
an-Nawawiyyah karya Imam an-Nawawi (w. 676 H/1278 M). Sudah selayaknya
juga, Syaikh Yasin yang menulis 4 versi kitab arba’in mendapat apresiasi
yang sama dalam arti yang luas di kalangan umat Islam. Antara kitab
arba’in beliau yaitu al-Arba‘un al-Buldaniyah, al-Arba’un Haditsan,
Syarh al-Jauhar ats-Tsamin fi Arba’in Haditsan dan al-Arba’un Haditsan
Musalsalah.
Kedua, karya Syaikh Yasin didominasi oleh kitab sanad yang ditulis
dengan sangat teliti. Hampir dipastikan, setiap ilmu yang beliau tuntut
ada susur galurnya hingga ke sumber pertama. Hal ini, setidaknya
menyiratkan nilai ketekunan, ketulenan (otoritatif) dan keberkahan ilmu.
Dengan ketekunan memelihara silsilah keilmuan itulah para ulama
menyebutnya sebagai al-Musnid ad-Dunya (pemegang sanad di dunia) atau
al-Musnid al-‘Ashr (pakar sanad zaman ini).
6. Pujian Para Ulama Kepada Syaikh Yasin Al-Faddani
Kealiman dan kepakaran Syaikh Yasin diakui oleh banyak para ulama dari
seluruh penjuru dunia. Baik oleh para ulama semasa beliau maupun pada
masa sesudahnya. Beliau banyak dipuji oleh para ulama dan para gurunya.
Diantaranya adalah dari seorang ulama ahli hadits terkemuka dari Maroko,
al-Muhaddits as-Sayyid Abdul Aziz al-Ghumari, yang menjuluki Syaikh
Yasin sebagai ulama kebanggaan Haramain (Mekkah dan Madinah) dan sebagai
muahaddits (pakar hadits) terkemuka.
Syaikh as-Sayyid Abdullah al-Ghumari, sebagaimana diceritakan oleh
Syaikh Sa’id Mamduh: “Dalam suatu kesempatan berkumpul dengan Syaikh
as-Sayyid Abdullah Shiddiq al-Ghumari pada musim haji tahun 1401 H/1991
M, beliau berkata kepada sekumpulan jamaah: “Kita sebelum ini telah
mengakui Syaikh as-Sayyid Rafi’ at-Tahtawi sebagai al-Musnid al-‘Ashr.
Namun sekarang, ketahuilah bahwa Syaikh Yasin al-Faddani adalah sebagai
al-Musnid al-‘Ashr, tanpa diragukan lagi.” Suatu pengakuan yang tulus
dari seorang pakar Islam yang kritis.”
Dalam muqaddimah kitab al-Fawaid al-Janiyyah kita akan temukan beberapa
pujian ulama besar antara lain Syaikh Ismail Usman Zain al-Makki, Syaikh
Abdullah bin Zaid al-Maghribi az-Zabidi (ulama Zabid Yaman, 1315 H-1389
H) yang merasa takjub dan kagum dengan kitab al-Fawaid al-Janiyyah,
al-Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman al-Ahdal (Mufti
Murawa’ah Yaman, 1307 H-1372 H) yang secara khusus menyusun sebuah syair
panjang yang memuji SyeikhYasin diantara bait syair itu berbunyi:
أنت في العلم والمعاني فريد # وبعقد الفخار أنت الوحيد
“Engkau tak ada taranya dalam ilmu dan hakekat. Dibangun orang kejayaan kaulah satu-satunya yang jaya.”
لــك عـز قــد اشـرقت بعـــــــلاه # شمس فضل لها الضياء يـريد
عــــــــــلوم ابـدعـتـها بـمــفـهـوم # بحـــلاهـا تـــتوج المســــتـفـيد
عصـــت فيــها عــلى فــرائد در # فـى نــحو الـحسـان هم العقود
سـائرات كالشمس فى كــل قـطر # مشرقات والـجهل منـها يـبـيـد
من يضـاهى هـذا المـقام المــعلى # ان هــذا عـــن غــيـره لــعــيـد
واذا انــتـمــى انـــاس لأصــــــل # انـت لـلســعـد اذ نسـبـت حفيد
Asy-Syaikh Fadhal bin Muhammad ‘Audh Bafadhal at-Tarimi juga memuji
kitab karangan beliau dalam syairnya sebagai sebuah kitab yang dipenuhi
permata. Diantara baitnya ia berkata dalam syairnya:
فيا طالب العلم لب نداء # ياسين وافرح بهذا القرى
“Wahai pencari ilmu sambutlah panggilan Yasin. Bergembiralah dengan sajian yang ia sajikan.”
Prof. Dr. Ali Jum’ah salah satu Mufti Mesir dalam kitab Hasyiyah al-Imam
al-Baijuri ‘ala Jauharat at-Tauhid yang ditahqiqnya, pada halaman 8
mengaku pernah menerima ijazah sanad hadits hasyiah tersebut dari Syaikh
Yasin yang digelarinya sebagai Musnid ad-Dunya.
Syaikh Zakaria Abdullah Bila, teman dekat pendiri Nahdlatul Wathan yakni
Tuan Guru KH. M. Zainuddin Lombok pernah berkata: “Waktu saya mengajar
Qawa’id al-Fiqh di ash-Shaulatiyyah, seringkali mendapat kesulitan yang
memaksa saya membolak-balik kitab-kitab yang besar untuk memecahkan
kesulitan tersebut. Namun setelah terbit kitab al-Fawaid al-Janiyyah
karangan Syaikh Yasin menjadi mudahlah semua itu, dan ringanlah beban
dalam mengajar.”
Syaikh Umar Abdul Jabbar berkata di dalam surat kabar al-Bilad edisi
hari Jum’at 24 Dzul Qa’dah tahun 1379H/1960M: “Bahkan yang terbesar dari
amal bakti Syaikh Yasin adalah membuka madrasah putri pada tahun 1362
H. Dimana dalam perjalanannya selalu ada rintangan, namun beliau dapat
mengatasinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan.”
Prof. Dr. Asy-Syaikh Yusuf Abdurrazzaq (Dosen kuliah Ushuluddin
Universitas al-Azhar Kairo) juga memuji beliau dengan perkataan dan
syi’ir yang panjang. Salah satu bait syairnya berbunyi:
أنت فينا بقية من كرام # لا ترى العين مثلهم إنسانا
“Engkau di tengah kami orang terpilih dari orang terhormat. Tak pernah mata melihat manusia seumpama mereka.”
Al-Habib Saqqaf bin Muhammad Assegaf, seorang tokoh pendidik di
Hadhramaut (1373 H) menceritakan kekaguman beliau terhadap Syaikh Yasin.
Beliau menjulukinya sabagai “Sayuthiyyu Zamanihi” (Imam al-Hafidz
as-Suyuthi pada zamannya). Beliau juga mengarang sebuah syair untuk
memuji beliau, diantaranya berbunyi:
لله درك يا ياسين من رجل # أم القرى أنت قاضيها ومفتيها
في كل فن وموضوع لقد كتبا # يداك ما أثلج الألباب يحديها
“Bagus perbuatanmu hai Yasin engkau seorang tokoh. Dari Ummul Qura engkau Qadhi dan Muftinya.
Setiap pandan judul ilmu tertulis dengan dua tanganmu. Alangkah sejuknya akal pikiran rasa terhibur olehnya.”
Al-Muhaddits as-Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki sebagai guru Madrasah
al-Falah dan Masjidil Haram, Syaikh M. Mamduh al-Mishri dan al-Habib Ali
bin Syaikh Bilfaqih Sewun Hadhramaut dan para ulama lainnya, pernah
memuji karangan-karangan beliau.
Prof. Dr. asy-Syaikh Yahya al-Ghautsani pernah menghadiri majelis Syaikh
Yasin untuk mengkhatamkan Sunan Abu Dawud. Ketika itu hadir pula pakar
hadits Maghribi (Maroko), asy-Syaikh as-Sayyid Abdullah bin Shiddiq
al-Gumari, asy-Syaikh Abdussubhan al-Barmawi dan asy-Syaikh Abdul Fattah
Rawah.
Pujian tersebut bukan hanya datang dari ulama Ahlussunnah, seorang ulama
Wahabi Prof. Dr. asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Abi Sulaiman (Dosen
Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummul Qura) di dalam kitab al-Jawahir
ats-Tsaminah fi Bayan Adillat ‘Alam al-Madinah berkata: “Syaikh Yasin
adalah muhaddits, faqih, mudir Madrasah Darul Ulum, pengarang banyak
kitab dan salah satu ulama Masjidil Haram.”
Seorang tokoh agama Najd dari Ibukota Riyadh (pusat paham Wahabi), yaitu
Jasim bin Sulaiman ad-Dausari pada tahun 1406 H pernah berkata:
أبلغوا مني سلاما من صبا نجد # ذكيالأبي الفيض فداني
مسند الوقت بعيد عن نزول # هابط أما لما يعلو فداني
فدى أسر الروايات فلوتنطق # لقالت: علم الدين فداني
Selain itu, pujian kepada beliau juga datang dari ulama India, Syaikh
Muhammad Abdul Hadi serta ulama Seiwun Yaman, al-Habib Ali bin Syaikh
Balfaqih al-‘Alawi.
7. Memperkenalkan Nama-nama Ulama Nusantara ke Dunia
Salah satu jasa besar Syaikh Yasin al-Faddani adalah memperkenalkan
tokoh-tokoh ulama Nusantara ke dunia luar. Tanpa usaha beliau mungkin
saja masyarakat luar Melayu tidak mengenali sama sekali peranan dan
sumbangsih tokoh-tokoh ulama dari Nusantara. Melaluinya, perawi-perawi
Arab dan non Melayu mengenal istilah “Kiyai” dalam bahasa Jawa yang
bermakna syaikh, ustadz atau orang alim.
Diantara nama-nama ulama Nusantara yang disebutkan oleh Syaikh Yasin al-Faddani adalah sebagai berikut:
1. Syaikh Nawawi bin Umar al-Bantani
2. Syaikh Abdushshamad bin Abdurrahman al-Falimbani
3. Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy‘ari al-Jombangi
4. Syaikh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani
5. KH. Jam‘an bin Samun at-Tanqarani
6. KH. Uhaid Ahyad bin Idris al-Bogori
7. KH. Ma’shum bin Ahmad al-Lasemi
8. KH. Baidhawi bin Abdul Aziz al-Lasemi
9. KH. Baqir bin Nur al-Jogjawi
10. KH. Mahfudz bin Abdullah at-Termasi
11. KH. Khalil bin Abdul Lathif al-Bangkalani
12. KH. Abdul Muhith bin Ya’qub as-Sidoarjowi
13. KH. Umar bin Shalih as-Samarani
14. KH. Ali bin Abdullah al-Banjari
15. KH. Hasan bin Abdus Syakur as-Sarbawi
16. Syaikh Zainuddin as-Sumbawi
17. KH. Mahmud bin Kenan al-Falimbani
18. KH. Arsyad bin Abdushshamad al-Banjari
19. KH. Taib bin Ja‘far al-Falimbani
20. KH. Abdullah bin Azhari al-Falimbani
21. KH. Ahmad Marzuqi bin Hamid as-Suwahani
22. KH. Muhammad bin Yasin al-Pekalongani
23. KH. Abdul Hamid bin Zakaria al-Betawi
24. Syaikh Muhsin bin Raden Muhammad as-Sirangi
25. KH. Shiddiq bin Abdullah al-Lasemi
26. KH. Hasan bin Syamsuddin al-Qanquni
27. KH. Bakri bin Sida al-Bantani
28. Qadhi Musa bin Ibrahim al-Melakawi
29. Qadhi Abubakar bin Hasan al-Muari
30. Syaikh Utsman bin Abdul Wahhab as-Sarawaqi
31. Syaikh Muhammad Shalih bin Idris al-Kelantani
32. Dan lain lain.
Ada juga tokoh Nusantara yang diberi gelar sebagai muhaddits (ahli
hadits) oleh Syaikh Yasin al-Faddani, seperti al-Habib Syaikh bin Ahmad
Bafaqih Botoputih Surabaya. Menurut Syaikh Yasin: “Muhaddits di zaman
akhir bermakna seorang musnid (ahli sanad) yang luas periwayatannya
serta banyak memperoleh kitab sanad dan fihris secara bersambung dari
para ulama Timur dan Barat. Sekarang ini kira-kira terdapat 130 orang
alim ulama Nusantara.”
Diantara ulama yang paling banyak sanad periwayatannya ialah Syaikh Aqib
bin Hasanuddin al-Falimbani (1182 H), Syaikh Abdushshamad bin
Abdurrahman al-Falimbani (1211 H), Syaikh Abdul Ghani bin Shubuh
al-Bimawi, Syaikh Mahfudz bin Abdullah at-Termasi (1338 H), Syaikh Abdul
Hamid Kudus, Syaikh Mukhtar bin Atharid al-Bogori dan al-Habib Salim
bin Jindan.
8. Murid-murid Syaikh Yasin Al-Faddani
Murid-murid Syeikh Yasin sangat banyak sekali. Merekalah yang menjadi
penyambung silsilah keilmuan yang beliau miliki dari para guru untuk
para murid. Diantara murid-murid beliau antar lain:
1. Asy-Syaikh Muhammad Ismail Zain al-Makki al-Yamani
2. Prof. DR. as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki
3. Asy-Syaikh Muhammad Mukhtaruddin al-Falimbani
4. Asy-Syaikh Muhammad Hamid Amin al-Banjari
5. Al-Habib Umar bin Hafidz Tarim
6. Al-Habib Muhammad Hamid al-Kaf Makkah
7. Asy-Syaikh Ahmad Damanhuri al-Bantani
8. KH. Abdul Hamid ad-Dari
9. Asy-Syaikh Ahmad Muhajirin ad-Dari Bekasi
10. Asy-Syaikh KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani (Guru Ijai) Martapura
11. Asy-Syaikh Mu’allim KH. M. Syafi’i Hadzami
12. DR. Burhanuddin Umar Lubis
13. KH. Maimoen Zubair Rembang
14. KH. Hasan Azhari
15. KH. Sahal Mahfudz Pati
16. KH. DR. Abdul Muhith Abdul Fattah
17. KH. Zayadi Muhajir
18. KH. Ahmad Junaidi
19. KH. Idham Khalid
20. KH. Thahir Rahili
21. KH. Ahmad Muthohar Mranggen
22. DR. Muslim Nasution
23. KH. Yusuf bin Hasyim Asy’ari
24. Prof. DR. Sayyid Agil Husain al-Munawwar
25. Prof. DR. Muhibbudin Wali al-Khalidi
26. Asy-Syaikh Muhammad Nuruddin Marbu al-Banjari
27. DR. Yahya al-Ghaustani
28. As-Sayyid Abdullah Shiddiq al-Ghumari
29. Asy-Syaikh Abdus Shubhan al-Barmaw
30. Asy-Syaikh Abdul Fattah Rawah
31. Asy-Syaikh DR. Ali Jum’ah Mufti Mesir
32. Asy-Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni Damaskus
33. DR. Muhammad Hasan ad-Dimyathi
34. Asy-Syaikh Hasan al-Qathirji
35. Tuan Guru KH. Abdullah bin Abdurrahman Pondok Lubuk Tapah Kelantan
36. Tuan Guru KH. Hasyim bin Abubakar Pondok Pasir Tumboh Kelantan
37. Prof. Dr. M. Hasan ad-Dimasyqi
38. Asy-Syaikh Isma’il Zain al-Yamani
39. Dan masih banyak lagi.
Di Indonesia bisa dikatakan hampir semua ulama di Jakarta dan beberapa
daerah lainnya yang seangkatan dengan beliau atau di bawah beliau
merupakan murid beliau. Selain itu di Malaysia, Thailand dan Brunei juga
tersebar murid-murid beliau yang sangat banyak.
9. Syaikh Yasin Al-Faddani Sosok yang Tawadhu’ dan Bersahaja
Meski dikenal sebagai seorang maha guru, Syaikh Yasin tetap bersikap
tawadhu’ kepada siapa saja. Beliau tak segan untuk meminta ijazah dan
ilmu dari para muridnya.
Syaikh Yasin juga sering berkunjung ke Indonesia, negeri asal nenek
moyangnya. Dalam kunjungan beliau ke Indonesia beliau mengunjungi
beberapa pondok pesantren antara lain di Jakarta, Padang, Palembang,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, NTB, Kalimantan, Ambon dan Manado.
Setiap pesantren yang beliau kunjungi selalu dipenuhi oleh jamaah dari
berbagai kalangan, ulama, santri maupun masyarakat awam. Dalam setiap
kesempatan beliau selalu menyampaikan hadits sekaligus mengijazahkannya.
Oleh karena itu banyak ulama menemui Syaikh Yasin hanya karena ingin
dianggap sebagai murid olehnya dan meminta ijazah hadits.
Hal yang menarik dari sosok Syaikh Yasin adalah, sekalipun beliau adalah
seorang ulama tradisional namun beliau memiliki wawasan yang luas.
Beliau berpandangan belajar dan mengajar bagi kaum wanita juga wajib
sebagaimana yang telah disabdakan Baginda Nabi Saw. Ini terbukti dengan
usahanya mendirikan beberapa lembaga pendidikan untuk kaum wanita.
Setelah sekian lama menanamkan cita-citanya untuk membangun madrasah
putri, pada tahun 1362 H/1943 M beliau mendirikan lembaga pendidikan
untuk kaum wanita yang dinamainya dengan Madrasah Ibtidaiyyah lil Banat.
Lembaga pendidikan ini merupakan yang pertama di Arab Saudi yang
didirikan khusus untuk kaum hawa. Setelah sekolah ibtidaiyah telah
banyak dan membutuhkan tenaga pengajar, Syaikh Yasin memandang perlu
mendirikan lembaga pencetak guru wanita. Maka pada bulan Rabi’ul Akhir
tahun 1377 H beliau mendirikan Ma’had lil Mu’allimat.
Dalam surat kabar al-Bilad edisi Jum’at 24 Dzul Qa’dah 1379 H/1960 M,
Syaikh Umar Abdul Jabbar, seorang ulama dan kolumnis menulis esai
sebagai berikut: “Bahkan yang terbesar dari amal bakti Syaikh Yasin
adalah membuka madrasah putri pada tahun 1362 H/1943 M. Inilah sekolah
pertama perempuan yang didirikan di Negeri Kerajaan Arab Saudi. Dalam
perjalananya selalu ada rintanagn, namun beliau dapat mengatasinya
dengan penuh kesabaran dan ketabahan.”
Ketawadhu’an beliau juga terlihat sebagaimana diceritakan oleh murid
beliau, Syaikh Mahmud bin Said Mamduh, bahwa karya Syaikh Yasin mengenai
ushul fiqh, syarah al-Luma’ sebaganyak dua jilid yang tebal terpaksa
tidak jadi dicetak lantaran guru beliau Syaikh Yahya Aman sudah terlebih
dahulu mengirimkan naskah karyanya dalam hal yang sama ke percetakan.
Tampaknya beliau berkaca pada kejadian sebelumnya, saat beliau mencetak
kitab Hasyiyah at-Taisir karya beliau, yang ternyata karya serupa dibuat
oleh guru beliau Syaikh Yahya Aman, yang akhirnya membuat karya Syaikh
Yasin kurang dikenal.
10. Kesederhanaan Syaikh Yasin Al-Faddani
Karena sangat bersemangat dan giat dalam menuntut ilmu agama, Syaikh
Yasin hampir saja lupa menikah. Beliau termasuk terlambat dalam membina
rumah tangga. Hingga sampai pada usia empat puluh tahun beliau belum
juga menikah. Hal ini membuat orangtuanya merasa prihatin dan khawatir,
juga para guru dan rekan-rekan beliau. Mereka mengingatkan beliau bahkan
ada yang ingin menjadikan beliau sebagai menantu. Karena orangtua
beliau mengancam akan membakar kitab-kitab beliau dan beliau pun merasa
takut durhaka kepadanya, akhirnya masa lajang beliau akhiri tepat pada
usia 40 tahun.
Hal yang sangat menarik dari sosok Syaikh Yasin al-Fadani adalah
kesederhanaannya. Walaupun beliau seorang ulama besar namun beliau tidak
segan-segan untuk keluar masuk pasar memikul dan menenteng sayur mayur
untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Dengan memakai kaos oblong dan
sarung, Syaikh Yasin juga sering nongkrong di warung teh sambil
menghisap Shisah (rokok Arab). Tak ada seorang pun yang berani
mencelanya karena ketinggian ilmu yang dimiliki Syaikh Yasin.
KH. Sukarnawadi Husnuddu’at mengatakan: “Syaikh Yasin orangnya santai,
sederhana, tidak menampakkan diri, sering muncul menggunakan kaos biasa,
sarung, dan sering nongkrong di “Gahwaji” untuk nyisyah (menghisap
rokok Arab). Tak seorangpun yang berani mencela beliau karena kekayaan
ilmu yang beliau miliki. Yang ingkar kepada beliau hanyalah orang-orang
yang lebih mengutamakan tampang dzahir daripada yang bathin.”
Jika musim haji tiba Syaikh Yasin mengundang para ulama dari seantero
dunia dan para pelajar untuk berkunjung ke rumahnya untuk berdiskusi
dan tak sedikit dari para ulama yang meminta ijazah sanad hadits dari
beliau. Namun walau musim haji telah lewat, rumah Syaikh Yasin tetap
selalu ramai dikunjungi para ulama dan pelajar.
11. Seorang Alim yang Menghargai Para Ahli Ilmu
Syaikh Yasin sering mengadakan kunjungan-kunjungan ke berbagai negara
terutama di Indonesia yang merupakan asal dari nenek moyangnya. Tak
sedikit dari para ulama yang bertemu Syaikh Yasin ingin dianggap sebagai
murid oleh beliau dan meminta ijazah sanad hadits.
Salah satu kejadian yang menarik adalah sewaktu Syaikh Yasin berkunjung
ke Indonesia. Banyak para ulama dari berbagai daerah di Indonesai
berbondong-bondong menemui Syaikh Yasin untuk dianggap sebagai murid.
Salah satu dari mereka adalah Mu’allim KH. Syafi’i Hadzami. KH. Syafi’i
datang menemui Syaikh Yasin untuk diangkat sebagai murid. Namun Syaikh
Yasin menolaknya, bukan karena tidak suka atau ada hal lain, namun
Syaikh Yasin menganggap bahwa dirinya tidak pantas menjadi guru dan
beliau mengatakan bahwa dirinyalah yang pantas menjadi murid KH. Syafi’i
Hadzami.
Syaikh yasin menilai bahwa kedalaman ilmu yang dimiliki KH. Syafi’i
Hadzami tak diragukan lagi. KH. Syafi’i Hadzami begitu terkenal namanya
di Mekkah sebagai sosok ulama Indonesia yang memiliki keluasan ilmu.
Begitulah sosok Syaikh Yasin al-Faddani yang sangat menghargai para ahli
ilmu.
12. Tukang Sapu Makam Nabi Saw.
KH. Maimoen Zubair adalah murid senior Syeikh Yasin al-Faddani yang
sekarang masih hidup. Sebagaimana diutarakannya, ia telah berguru pada
Syaikh Yasin al-Faddani sejak tahun 1370 H/1940 M. Kepada Syaikh Yasin
al-Faddani beliau mengaji kitab Sunan Abi Daud hingga tamat.
Syaikh Yasin pernah bercerita pada Mbah Maimenn tentang kisah Syaikh
al-Ajrum yang melarang sebuah karyanya dicetak pada masa itu. Karya yang
berjudul al-Ajrumiyyah baru dicetak setelah wafatnya dan menjadi kitab
yang baku dalam pelajaran tata bahasa Arab dan termasyur di
lembaga-lembaga pendidikan Islam. Mungkin itulah sebab ada sebagian
ulama yang melarang karyanya dicetak di masa itu. Mereka melihat dengan
mata batinnya, kelak kitab itu dibutuhkan dan menjadi amal jariah
setelah wafatnya.
Begitu pula dengan karya al-Qadhi Abu Syuja’, Matn at-Taqrib. Al-Qadhi
Abu Syuja’ hidup selama 160 tahun lebih. 60 tahun digunakannya untuk
mengajar, dan 100 tahun dari usianya ia abdikan sebagai Kannas Qabr
an-Nabiy (tukang sapu makam Nabi Saw.). Ia senang dengan gelar itu
sehingga ia tak mau dirinya disebut Syaikh atau ‘Allamah.
Acap kali saat membersihkan makam Nabi Saw., ia bermunajat agar dirinya
diberikan keberkahan umur dan karyanya akan kelak berguna bagi umat. Dan
di kemudian hari, kitabnya, Matn at-Taqrib, memang termasyur di
kalangan para penuntut ilmu.
13. Karamah Syaikh Yasin Al-Faddani
Allah Swt. memang sangat mengasihi hambaNya yang shaleh dengan bentuk
yang beragam. Ada yang diangkat derajatnya dengan diberikan ilmu agama
yang mendalam dan ada pula yang diberikan kejadian yang luar biasa yang
disebut dengan karamah. Syaikh Yasin dimuliakan Allah dengan
kedua-duanya. Ini merupakan hasil istiqamah beliau dalam ilmu dan
beramal. Ada beberapa kisah yang masyhur di kalangan pecinta beliau
antara lain:
Pernah suatu ketika ada seorang tamu asal Syiria, Zakaria Thalib,
mendatangi rumah Syaikh Yasin pada hari Jum’at. Ketika adzan Jum’at
dikumandangkan, Syaikh Yasin masih saja di rumah. Akhirnya tamu tersebut
keluar dan shalat di masjid terdekat.
Seusai shalat Jum’at, ia menemui seorang kawan dan ia pun bercerita pada
temannya bahwa Syaikh Yasin tidak shalat Jum’at. Namun hal itu dibantah
oleh temannya tersebut seraya berkata: “Kami sama-sama Syakh Yasin
shalat di Nuzhah, yaitu di Masjid Syaikh Hasan al-Masysyath yang
jaraknya jauh sekali dari rumah beliau.”
KH. M. Abrar Dahlan juga pernah bercerita: “Suatu hari Syaikh Yasin
menyuruh saya membikin syai (teh) dan syisah (rokok Arab). Setelah saya
bikinkan dan Syaikh Yasin mulai meminum teh, saya keluar menuju Masjidil
Haram. Ketika kembali, saya melihat Syaikh Yasin baru pulang mengajar
dari Masjidil Haram dengan membawa beberapa kitab. Saya menjadi heran,
anehnya tadi di rumah menyuruh saya bikin teh, sekarang beliau baru
pulang dari masjid.”
Pernah salah seorang murid Syaikh Yasin, KH. Abdul Hamid dari Jakarta,
sewaktu beliau dihadapi kesulitan dalam mengajar ilmu fiqih “bab diyat”,
sehingga pengajian terhenti karenanya. Malam hari itu juga, beliau
mendapati sepucuk surat dari Syaikh Yasin. Begitu membuka isi surat
tersebut ternyata isinya adalah jawaban dari kesulitan yang sedang
dihadapinya. Ia pun merasa heran, dari mana Syaikh Yasin tahu, sedangkan
ia sendiri tidak pernah menanyakan kepada siapapun tentang kesulitan
ini.
Syaikh Mukhtaruddin Palembang juga bercerita: “Ketika Bapak Presiden
Soeharto sedang sakit mata, beliau mengirim satu pesawat khusus untuk
menjemput Syaikh Yasin. Akhirnya Pak Soeharto pun sembuh berkat doa
beliau.”
14. Kewafatan Syaikh Yasin Al-Fadani
Setelah sekian lama membaktikan dirinya dalam pengembangan ilmu agama,
Hadhratus Syaikh al-‘Allamah Abu al-Faidh Muhammad Yasin bin Muhammad
Isa al-faddani al-Makki berpulang ke hadhiratNya pada hari Jum’at Shubuh
tanggal 27 Dzul Hijjah tahun 1410 H/20 Juli 1990 M dalam usia 75 tahun.
Dalam waktu singkat berita kewafatannya menyebar luas. Orang-orang pun
berdatangan berduyun-duyun untuk bertakziyah. Roman wajah beliau ketika
wafat tampak berseri-seri dan tersenyum.
Setelah dishalati usai shalat Jum’at jasad beliau dimakamkan di
pemakaman Ma’la. Dan kebesaran Allah ditampakkan oleh para hadirin yang
hadir dalam prosesi penguburan jenazah ulama besar tersebut. Begitu
jenazah dimasukkan ke liang lahat, bukan liang yang sempit dan lembab
yang tampak tapi liang tersebut berubah menjadi lapangan yang luas
membentang disertai dengan semerbak wewangian yang harum mewangi nan
menyegarkan.
Beliau meninggalkan satu orang istri dengan empat orang putra yaitu Muhammad Nur ‘Arafah, Fahd, Ridha dan Nizar.
Belum ada tanggapan untuk "Syekh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadani"
Posting Komentar